One By One

Yang bisa bertahan hidup dialah yang akan menjadi penguasa. Begitulah hukum rimba yang berlaku. Kita hanya bisa mensyukuri betapa nikmatnya hidup walau terkadang kita juga harus hati-hati dengan kematian. Saat ini aku berada dalam sebuah lingkungan yang dekat dengan kematian dan tidak adanya sebuah kedamaian. Kekerasan selalu menyapaku di setiap hari. Namun hati sebenarnya berbicara lain. Hati ini tidaklah cocok dengan lingkungan seperti itu. Lalu dari manakah aku berasal? Apakah itu juga menjadi penting bagi kalian? Justru mulai dari pertanyaan seperti inilah bahkan pertengkaran-pertengkaran itu terjadi.

Sebagai petarung sejati, tak terbersit sama sekali untuk mengatakan dari mana aku ini berasal dan siapakah aku? menurutmu masih perlukah jika aku mengatakan bahwa aku ini berasal dari papua atau dari makasar, atau bahkan Madura dan sebagainya? Bukankah itu berarti hanya mengandalkan kekuatan etnis yang sangat menakutkan dan tangguh? TIDAK….ini bukanlah langkah seorang kesatria. Bahkan yang demikian itu terlihat sebagai langkah yang sombong. Tapi sebagai lelaki seharusnya. “One by one”….begitulah kata yang selalu terlontar ketika saat akan bertarung.

Tiba-tiba handphoneku bergetar dalam saku celana, itu pertanda bahwa ada temen-temenku yang terlibat dalam sebuah pertarungan. Merke telah memanggilku untuk ikut mempertaruhkan nyawa dalam medan yang selalu terhias oleh ganasnya sayatan pedang, clurit, belati, yang haus akan darah. Tapi aku tak ingin lagi ikut dalam pertempuran-pertempuran itu sehingga aku harus mengatakan beberapa alasan pada temen-temenku kali ini.

Kemudian setelah kejadian-kejadian seperti itu, kalian akan mendengar bahwa ada beberapa mayat ditemukan dalam kolong jembatan yang mati mengenaskan. Dan kalian hanya bisa pasrah. Siapa yang telah membunuhnya? Tidak akan ada yang tahu. Jangankan kalian, aku sendiri tak pernah tahu siapa yang telah membunuh mereka. Aku kini sering merenung, Apa yang diperebutkan aku dan mereka selama ini hingga diantara kita akhirnya harus berjumpa dengan kematian? Betapa berartinya sebuah kekuasaan bagi kita . Apa untungnya jika harus membunuh saudara kita sendiri sebagai manusia yang sama-sama makhluk Tuhan?

Mengenai diriku, sekarang bahkan kau takkan mengira bahwa aku ini mantan petarung . Aku sendiri bahkan merasa pangling dengan penampilanku saat ini. Yang dulunya mungkin bertampang seram, berambut panjang, jenggot belah dua, dan tato srigala di lengan kiriku yang selalu melekat mengidentitaskan bahwa aku ini adalah srigala yang beraura kekerasan. Namun kini semuanya telah berubah dan zaman pun telah berubah. Kini tibalah pada zaman dimana seharusnya kita menghargai sebuah perbedaan. Zaman yang kita anggap sebagai zaman yang harus saling menghargai sesama manusia. Kata kaum humanis Memanusiakan manusia.

Dengan rambut yang tersisir rapi, kini aku benar-benar sadar bahwa aku tak ingin kembali ke dunia kelam itu. Dunia yang serba tidak jelas dalam menjalani hidup. Saatnya menatap masa depan yang jelas. Demi persahabatan, cinta, dan cita-cita kita berlomba-berlomba untuk menjadi yang terbaik dimata Tuhan. Dan dengan cinta, semua ini karena wanita yang saat ini berada tepat disampingku. Senyumnya yang selalu menggetarkan jiwa dan membuatku tak mampu untuk berucap satu kata apapun ketika berhadapan dengannya, sangat berbeda ketika berhadapan dengan musuh-musuhku, dulu.

Di malam yang damai itu kita berdua sudah cukup lama duduk berduaan, dan diam tanpa sepatah katapun. Dengan rasa yang selalu kusimpan selama ini aku sudah tidak kuat lagi untuk menahannya. Awalnya kukira ini adalah sesak nafas karena nafasku sering tak beraturan jika berada disampingnya. Namun, kini aku tahu bahwa ini adalah cinta pertamaku yang baru kutemui setelah menjalani beberapa cinta palsu yang bulshit. “Love is Bulshit” begitulah aku menganggap cinta sebelum aku bertemu dengan gadis ini

Baiklah, memang harus kuakui sekarang bahwa sebagai mantan perarung aku mungkin memang tak punya pengalaman untuk masalah batin seperti ini. Lagi pula, memang, sejak dulu aku kurang pandai dalam masalah cinta (cinta yang sebenarnya), inilah yang pertama kalinya. Baru kali ini aku merasa kulitku seakan tersayat-sayat ketika melihatnya sedang bersama lelaki lain. Walaupun dia adalah seorang sahabatnya. kini, aku benar-benar tenggelam dalam irama cinta yang mengalun indah. Walau untuk sementara ini hanya mengalun dalam hatiku seorang. Aku ingin hati ini berirama cinta dengan hatinya.

baru kusadari bahwa selama ini aku lebih menonjolkan keahlianku bertarung dari pada berpikir mengenai cinta yang dulu selalu kuanggap sebagai masalah yang cengeng, seperti film-film drama korea. Tapi saat ini bahkan aku tak tahu apa yang telah kurasakan. Gundah, gelisah, dan yang terbayang hanyalah seorang bidadari tanpa sayap itu. Sebenarnya jika kalian ingin tahu, wajah wanita yang sanggup menaklukkan sang Srigala ini tidak begitu cantik. Tapi sungguh teramat manis, seperti tebu.

Dengan goncangan batin yang seperti itu aku tetap tidak sanggup untuk mengungkapkannya. Namun sebenarnya meski kita tak saling mengungkapkan rasa, kita sudah tahu bahwa kita saling mencintai. Karena itulah aku tak perlu takut lagi untuk mengatakannya.sebagai mantan petarung. malulah jika tidak berani dalam hal ini. Lalu, pelan-pelan kupegang tangannya dan berbisik “aku mencintaimu”. lalu gadisku tersipu malu dan mengangguk pelan-pelan. Tahukah kalian? Dia anggun sekali dengan baju warna ungu malam ini.

***
Sebagai lelaki, sudah sepatutnya melindungi wanitanya dengan segenap rasa cinta yang sebenarnya. Tidaklah sebagaimana yang dilakukan para remaja saat ini, mereka banyak terlanjur dalam melakukan making love sebelum menikah. Bukankah jika aku memaksa seorang gadis untuk melakukan perbuatan mesum seperti itu akan merusak masa depannya ? berarti jika aku melakukan itu, aku tidak menyayanginya. Dan malulah yang harus ditanggung jika itu benar-benar terjadi. Jadi, Harus berpikir dua kali untuk melakukan hal semacam itu. dari sejelek-jeleknya perbuatanku selama ini, syukurlah hal yang demikian tidak pernah kulakukan. Aku kasihan pada gadis-gadis yang telah kehilangan keprawanannya itu. Bagi lelakinya mungkin berpikir tidaklah berbekas jika melakukannya, namun si ceweklah yang akan meninggalkan bekas. Sehingga mungkin tidak ada lagi lelaki yang akan menikahinya kelak.

Hidup memang penuh rintangan. Dan aku harus melalui rintangan-rintangan itu untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Setelah beberapa bulan kita menyatukan hati dalam bingkai asmara. Beredarlah kabar tak sedap tentang kekasih yang sedang jauh disana. Kabarnya Niken, nama gadisku, telah diculik oleh segerombolan anak muda yang berpenampilan macam preman. Ada beberapa warga yang melihat kejadian itu. Namun, tak ada yang berani untuk menolong Niken, dikarenakan segerombolan anak muda tersebut membawa beberapa senjata tajam. Saat mendengar kabar itu, aku bingung dan bertanya-tanya siapakah yang telah berani menculik gadis pujaanku itu.?
Tapi, tak lama kemudian berderinglah handphoneku.

“Halo…?siapa?.
“halo…aku Bajing. Masihkah kau ingat padaku kawan…hahaha? jawab orang itu sambil ketawa.

Ternyata memang benar dugaanku bahwa yang telah melakukan semua ini adalah musuh lamaku. Tanpa pikir panjang kemudian aku berangkat jauh-jauh dari jogja menuju Surabaya untuk mendatangi markas si bajing. Saat ini mataku telah gelap dan tidak akan lagi memandang bulu, siapa yang akan saya hadapi nanti. Kemarahanku tidak dapat di tolak lagi. Bisa-bisanya mereka berbuat pengecut seperti itu. Jhancuk..!!!

Saat ini aku berada di tengah-tengah anak buah Bajing. Setiap saat bahkan mereka bisa saja menusukkan bebarapa belati pada perutku, tapi aku tetap tak peduli tentang hal itu. kematian itu sendiri bagiku bukan apa-apa lagi karena kematian yang paling menyakitkan dalam hidup ini adalah kematian orang yang teramat kucintai. Keadaan itulah yang tak pernah kubiarkan terjadi.

Aku tahu, bahwa aku pernah melakukan kesalahan beberapa tahun yang lalu. Aku secara tidak sengaja telah membunuh adik kandung si bajing saat bertarung, namanya Joni. Tapi, pembunuhan itu kulakukan karena sangat terpaksa. Saat itu, dia hampir saja membunuhku dengan clurit. Tapi beruntunglah aku bisa menangkisnya kala itu. Dan clurit itu berbalik menusuk perut Joni. Jadilah boomerang.

Mulai saat itulah, bajing manaruh dendam padaku. Namun, akankah dendam ini terus berlanjut sampai pada keluarga-keluarga kita berdua selanjutnya? Berlanjut pada anak-anakku, kemudian sampai pada cucuku sehingga permusuhan ini tak ada akhir. Hal semacam itu, bahkan telah membudaya di daerahku, tapi aku tak mau mengikuti budaya sesat seperti itu.

Di kampungku, jika bertarung dan salah satunya mengalami kekalahan dan mati, maka anaknya harus membalaskan dendamnya. Dan ini berarti darahku atau pun darah si bajing harus diminum oleh salah satu anak kita berdua suatu saat nanti. Seperti itulah budaya yang sedang berjalan. Tapi, saat ini aku sadar bahwa budaya itu tidaklah baik. Dan aku sudah sering diajarkan oleh khotbah-khotbah keagamaan bahwa dendam itu tidaklah baik. Oleh karena itu, saat ini aku ingin menutup budaya macam itu.

“Hai bajing, sebelum kita bertarung aku punya suatu tawaran buatmu” teriakku ditengah-tengah anak buah bajing.

Kemudian bajing berjalan mendekatiku dan memasang muka sombongnya yang penuh dengan kebencian “ hah…? kau kira ini pasar pakek tawar menawar segala hah?” teriaknya lantang.

“Tapi ini demi kebaikan anak cucu kita kelak cuk, agar mereka tidak ikut menyimpan dendam sepertimu. Dan setelah ini tidak ada bunuh membunuh lagi” teriakku sedikit terpancing.

Bajing terlihat sedang berpikir, dan aku tak sabar menunggu persetujuannya.
“baiklah kalau begitu, kita akan buat perjanjian” kata bajing tiba-tiba. Tak kusangka juga bahwa dia akan menerima tawaran itu.

Lalu kuucapkan perjanjian itu “baiklah, siapa yang kalah dalam pertarungan ini, tidak akan lagi menyimpan rasa dendam. Dan tidak ada lagi yang harus meminum darah. anak buahmu semua ini telah menjadi saksinya”

“Baiklah..!! aku setuju” katanya.

Sekarang, saatnyalah menentukan siapa yang paling tangguh antara srigala hitam versus harimau putih. Perlu diingat juga oleh semuanya, bahwa pertarungan ini bukanlah pertarungan etnis ataupun kelompok-kelompok. Tapi, pertarungan antara kita berdua secara jantan, one by one. Aku bertarung untuk cintaku, dan bajing bertarung untuk dendamnya padaku.

Saatnya memasang kuda-kuda karena bajing sudah sejak tadi memesang kuda-kudanya. Tanpa bisa dihalangi lagi, pertarungan itupun benar-benar terjadi. Jika kalian bertarung, kecepatan tentulah menjadi kuncinya. Kecepatan menangkis pukulan, kecepatan memukul, menendang, dan mengelak. Seperti itulah yang tengah diperagakan oleh kita berdua.

Brak…!!!

Lalu aku terlempar jauh terkena tendangan bajing, kini bajing makin bengis. Dia bahkan mengeluarkan sebuah belati dari jaket coklatnya. Ternyata dia benar-benar sangat bernafsu ingin menghabisiku. Tapi, justru saat inilah kesempatanku untuk memangkan pertarungan ini. Karena orang yang sedang dibalut oleh emosi justru lebih gampang ditaklukkan. Lalu, kuatur nafasku dan mencoba untuk lebih rileks dalam membendung serangannya.

Nafas bajing sudah mulai terkuras habis karena diperbudak oleh nafsu, saatnya aku beraksi. Dengan dua kali gerakan lalu kupukul tangannya sehingga belati itu terlempar ke tanah. Kupukul mukanya, kuhantam perutnya dengan kaki sehingga bajingpun terkapar lemas dan jatuh.

“Baiklah, pertarungan ini sudah berakhir bajing. Aku tidak akan membunuhmu. Tapi, ingat janjimu tadi” lalu kumelangkah pergi menuju Niken yang masih terikat tali di sebuah kursi. Kubuka tali-tali itu. Kemudian dia langsung memelukku. Kemudian dia berbisik, “aku sangat mencintaimu…”. pekukannya benar-benar hangat dan gadisku kini bisa kembali kubawa pulang.

Tentang hidup, bersukurlah bagi orang-orang yang sadar akan hidup. Bahwa hidup di dunia ini bukanlah kehidupan yang kekal, hidup ini adalah sesuatu yang sementara. Jadi, aku pun harus kembali ke jalan Tuhan menata hidup yang lebih baik lagi untuk menuju Tuhan sang penguasa alam. Kini Aku dan Niken ingin hidup berdampingan mengabdi pada Tuhan dengan segala apa yang kita punya. Inilah semua kulakukan untuk menebus dosa-dosaku yang dulu. Tapi, dosaku-dosaku dulu harus ditebus dengan perbuatan macam apa Tuhan?

*Penulis adalah pecinta sastra di Departemen Theology of Philosophy, State Islamic University Sunan kalijaga Yogyakarta

Leave a comment