Puisi Pahlawan

114 Puisi Pahlawan, Perjuangan, Kemerdekaan Indonesia Yang Menginspirasi

woazy.com – Puisi pahlawan, puisi perjuangan, puisi kemerdekaan. Berikut ini adalah beberapa puisi pahlawan yang dikumpulkan dari berbagai sumber sebagai bahan renungan dan apresiasi kepada jasa besar orang-orang yang mati di medan tempur sebagai pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini melawan penjajah. Puisi pahlawan ini juga bisa menjadi referensi bagi kalian yang ingin belajar membuat puisi sendiri. Nah, silahkan disimak!

Puisi Pahlawan Yang Mengharukan

KETEGUHAN SANG GARUDA

Kau terlahir dari sebuah gagasan
Prinsip yang telah menjadikanmu sebagai lambang
Bersumber dari perjuangan seluruh rakyat
Berhembuskan nafas kemerdekaan

Di tubuhmu terukir simbol yang penuh makna
Terdiri atas banyaknya harapan
Tersisip akan impian
Hingga menjadikanmu gagah dan mulia

Sorot pandangmu yang tajam
Tubuh yang tegap dan tegar
Mencerminkan rakyat negerimu
Serta kuatnya semangat yang menopangnya

DONGENG PERJUANGAN

Aku tidak melihat akan keadaan
Aku tak mendengar akan amarah
Bahkan tangisan seolah sebuah dongeng
Cerita dari kakek yang pilu

Perlahan wajah keriput itupun tersenyum
Membelai lembut kepalaku sambil bercerita
Dua manusia berbeda latar belakang
Yang tidak sederajat dan hanya terikat tali kebebasan

Sebuah harapan yang berawal dari impian
Hingga berakhir menjadi kenyataan
Pahlawan yang terlahir dari perjuangan
Pahlawan terpisahkan oleh sebutir peluru

Takkan ada kekecewaan pahlawanku
Takkan ada yang perlu disesali
Kau akan merasakan sejuknya angin kebebasan
Dan aku hanya bisa beristirahat di sini

baca juga: 24 Puisi Ibu, Syair Indah Untuk Bunda Tersayang

puisi pahlawan yang mengharukan

Puisi Pahlawan – PESAN ISTRI PEJUANG

Suamiku…
Sudah berapa lama kita tidak berjumpa
Rumah ini terasa sepi tanpa kehadiranmu
Namun aku tak ingin pergi
Karena aku yakin kamu pasti akan kembali

Aku tahu kamu sedang berjuang untuk orang lain
Dan kamu mungkin saja akan kehilangan nyawa di sana
Namun aku tak ingin kau mati
Aku ingin kau kembali ke sini
Ke rumah tempat kita berbahagia

Aku tidak mengerti
Mungkin kau akan disebut sebagai pahlawan jika kau gugur
Yang hanya bisa ku mengerti
Kau selalu menjadi pahlawanku yang pertama

WAHAI PENJAJAH

Hai kamu wahai penjajah
Kamu yang merasa tinggi
Kamu semua yang mengusik kedamaian di tanah airku
Kamu semua yang hanya peduli akan bangsa sendiri
Sudah waktunya kalian pergi dari bumi pertiwiku

Pergi
Ibu pertiwi sudah tidak kuat lagi
Dia sudah tidak kuat dengan darah yang kalian tumpahkan
Tidak kuat dengan kejahatan yang kalian nampakkan
Tidak kuat dengan alam yang selalu kalian injak
Pergi
Mungkin memang kalian lebih pandai
Mungkin memang kalian bisa memakai senjata dan kendaran baja
Mungkin memang kalian bisa menciptakan tipu daya muslihat
Mungkin memang kalian penuh dengan kekejaman

Pergi
Pergilah sekarang juga
Aku tak peduli walau hanya dengan senjata dari bambu
Aku tak peduli walau hanya memakai kain lusuh
Aku tak peduli darahku tumpah ruah

WAHAI PAHLAWAN SEJATI

Andai kau mengerti bangsa ini sekarang
Mungkin senyumu akan menjadi tangismu
Mungkin tawamu akan menjadi sedihmu

Wahai pahlawanku
Maafkan kami yang tak bisa memperbaiki
Negara yang merana ini
Tapi kami akan berjanji padamu

Merebut kembali kemerdekaan yang hakiki itu
Perjuangan dulu menjadi bangsa yang bermartabat
Yang sejahtera abadi selamanya
Di saat ini hingga nanti

baca juga: 16 Puisi Untuk Ayah Yang Indah Dan Mengharukan

Puisi Perjuangan – SENYUM PAHLAWANKU

Cucuran keringat di tubuhmu
Darah yang mengalir dalam ragamu
Tak patahkan semangat juangmu
Untuk meraih harapan, kemerdekaan

Tekadmu yang membara
Dengan gagah tegap kau berdiri
Tak pedulikan rasa sakit
Demi sang bumi pertiwi ini

Namun…
Kini perjuanganmu itu seperti tak berarti
Tangisan sedih rakyat kecil menjadi-jadi
Korupsipun seperti sudah menjadi tradisi

Puisi Pahlawan – TANAH TUMPAH DARAHKU

Aku tak ingin melihat bangsaku
Kalah tersungungkur oleh waktu
Aktu tak ingin melihat bangsaku
Jatuh tenggelam ke dalam kehancuran

Dengan tekad setinggi langit
Untuk tanah ini aku rela berkorban
Disaat percaya diriku menyusut
Disaat itulah semangatku semakin berkobar

Selama mentari masih menyinari dunia
Aku takkan berhenti sedetik pun
Menyelamatkan melindungi dan mempertahankan
Walaupun hingga aku menyatu dengan tanah negeriku

Bersatulah wahai penerus bangsa
Bulatkan tekadmu dan tegarlah bagai batu karang
Keraskan segala usahamu serta keraskan pula suaramu
Karena setiap usaha yang keras takkan mengkhianati

Harapanku akan selalu mengiringi
Untuk tanah negeri ini setiap hari
Aku tidak ingin lagi
Melihat ibu pertiwi tersiksa hati

Puisi Pahlawan Karya Chairil Anwar

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
Puisi Chairil Anwar

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

1949

baca juga: 34 Puisi Cinta Romantis Paling Manis Terbaru

PRAJURIT JAGA MALAM
Puisi Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

1948

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Puisi Chairil Anwar

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

1948

MAJU
Puisi Chairil Anwar

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU
Puisi Chairil Anwar

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

Februari 1943

puisi pahlawan chairil anwar

KARAWANG BEKASI
Puisi Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

DIPONEGORO
Puisi Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

PRAJURIT JAGA MALAM
Karya : Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

Puisi Pahlawan Soekarno

Dimakan Api Unggun

Saya merasa
diri saya sebagai
sepotong kayu
dalam satu gundukan kayu api unggun

sepotong dari pada ratusan
atau ribuan kayu di dalam api unggun besar

saya menyumbangkan sedikit
kepada nyala api unggun itu

tetapi sebaliknya
saya dimakan oleh api unggun itu!
Dimakan apinya api unggun

(dari buku “Tragedi Bung Karno” Pustaka Simponi 1978)

Membangun Kebanggaan

Manusia tidak hanya cukup untuk makan

Sungguhpun gang-gang di Jakarta penuh lumpur
dan jalanan masih kurang
namun aku telah membangun gedung-gedung bertingkat
sebuah jembatan berbentuk daun semanggi
jalan raya yang hebat yang dikenal dengan Jakarta Bypass
dan menamai jalan dengan nama-nama para pahlawan kami
Jalan Diponegoro, Jalan Thamrin, Jalan Cokroaminoto dan lain-lain

Banyak orang berhati katak
dengan mentalitas warung kopi
menghitung-hitung pengeluaran itu
dan menuduhkan menghamburkan harta rakyat
ini semua bukan untuk kejayaanku
semua ini dibangun demi kejayaan bangsa
supaya bangsaku dihargai oleh seluruh dunia

Tulang punggung tanah airku membeku
ketika mendengar pertandingan Asian Games 1963
akan diadakan di ibukotanya

Kami lalu mendirikan stadion dengan atap melingkar
yang tak ada duanya di dunia
Kota-kota lain mempunyai stadion yang lebih besar
tapi tak satu pun yang mempunyai
atap melingkar seperti kepunyaan kami

Yah, memberantas kelaparan memang penting
akan tetapi memberi makan jiwa yang
telah diinjak-injak dengan sesuatu
yang dapat membangkitkan kebanggan mereka
ini pun penting

(dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 444)

puisi pahlawan soekarno

Semangkuk Kecil Nasi Sehari

Kita negara-negara berpolitik bebas di dunia
yang mengakui dan menerima kenyataan
adanya bangsa-bangsa yang baru bangkit
mempunyai kewajiban yang mengikat untuk
memperoleh pengertian dan rakyat-rakyat di negara lain
untuk mengatakan terus terang kepada mereka
bahwa mereka tidak dapat terus hidup
di atas berjuta-juta rakyat yang miskin

Masyarakat-masyarakatnya mereka mewah berlimpah
dibangun di atas keringat dan susah payah
dan air mata dari jutaan manusia
yang melalui malam senggang mereka tidak
dengan mata melekat pada pesawat televisi
tapi dalam kegelapan yang ditembus oleh nyala lilin
yang sehari-harinya bukan dirundung
oleh kepunyaan tetangga mereka
tetapi oleh keinginan untuk memberi kepada
anak-anak mereka semangkuk kecil nasi sehari

(dari “Pidato pada Konperensi Nonblok I, Beograd”)

Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah

Sekali lagi saya ulangi kalimat ini
membuang hasil-hasil positif dari masa yang lampau
hal itu tidak mungkin
sebab kemajuan yang kita miliki sekarang ini
adalah akumulasi dari pada hasil-hasil
perjuangan di masa yang lampau

Seorang pemimpin yaitu Abraham Lincoln berkata:
“One connot escape history”
orang tak dapat melepaskan diri dari sejarah
Saya pun berkata demikian!
Tetapi saya tambah. Bukan saja
“One connot escape history”
tetapi saya tambah: “Never leave history”
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarahmu yang sudah!
Hai bangsaku, karena jika engkau meninggalkan yang sudah,
engkau akan berdiri di atas vacuum
engkau akan berdiri di atas kekosongan
lantas engkau menjadi bingung dan perjuanganmu
paling-paling hanya akan berupa amuk
amuk belaka
Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap!

(dari “Amanat Proklamasi, 17 Agustus 1963”, hlm. 210)

Janganlah Menjadi Politikus Salon

Janganlah menjadi politikus salon!
Lebih dari separo
politisi kita adalah politisi salon
yang mengenal Marhaen
hanya dari sebutan saja.

Apakah orang mengira dapat
menyelesaikan revolusi sekarang ini
meski tingkatannya
tingkatan nasional sekalipun
tidak dengan rakyat murba

Politikus yang demikian itu
sama dengan seorang jenderal
yang tak bertentara
Kalau ia memberi komando
dia seperti orang berteriak di padang pasir

Tetapi betapakah orang dapat menarik rakyat jelata
Jika tidak terjun di kalangan mereka
mendengarkan kehendak-kehendak mereka
menyadarkan mereka akan diri sendiri
membuat revolusi ini revolusi mereka?

(dari buku “Sarinah”, 1947 hal. 229-230)

Sinar Itu Dekat

Jikalau kita insyaf
bahwa kekuatan hidup itu
letaknya tidak dalam menerima
tetapi dalam memberi

Jikalau kita semua insyaf
bahwa dalam percerai-beraian itu
letaknya benih perbudakan kita;
Jikalau kita semua insyaf
bahwa permusuhan itulah yang menjadi
asal kita punya “via dolorosa”

Jikalau kita insyaf
bahwa roch rakyat kita masih penuh
kekuatan untuk menjunjung diri
menuju Sinar yang satu
yang berada di tengah-tengah kegelapan gulita
yang mengelilingi kita ini
pastilah persatuan itu terjadi
dan pastilah Sinar itu tercapai juga
Sebab Sinar itu dekat

(dari buku “Di Bawah Bendera Revolusi I”, hlm. 23)

Kami Bukan Bangsa yang Pandir

Ada sebabnya aku mengadakan perlawatan ini
aku ingin agar Indonesia dikenal orang
Aku ingin memperlihatkan kepada dunia
bagaimana rupa orang Indonesia

Aku ingin menyampaikan kepada dunia
bahwa kami bukan “Bangsa yang Pandir”
seperti orang Belanda berulang-ulang
mengatakan kepada kami

Bahwa kami bukan lagi
“Inlander goblok hanya baik untuk diludahi”
seperti Belanda mengatakan kepada kami berkali-kali

Bahwa kami bukan lagi
penduduk kelas kambing yang berjalan
menyuruk-nyuruk dengan memakai sarung dan ikat kepala
merangkak-rangkak seperti yang dikehendaki
oleh majikan-majikan kolonial di masa silam

(dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 8)

Puisi Pahlawan – Menggerakkan Tenaganya

Diberi hak-hak atau tidak diberi hak
Diberi pegangan atau tidak diberi pegangan
Diberi penguat atau tidak diberi penguat
Tiap-tiap makhluk
Tiap-tiap umat
Tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak
Pasti akhirnya bangkit
Pasti akhirnya bangun
Pasti akhirnya menggerakkan tenaganya
Kalau ia sudah terlalu sekali merasakan
celakanya diri oleh suatu daya angkara murka!
Jangan lagi manusia
Jangan lagi bangsa
Walau cacing pun tentu berkeluget-keluget
kalau merasa sakit!

(dari buku “Indonesia Menggugat”, hlm. 62)

Sejarahlah yang Akan Membersihkan Namaku

Dengan setiap rambut di tubuhku
aku hanya memikirkan tanah airku

Dan tidak ada gunanya bagiku
melepaskan beban dari dalam hatiku
kepada setiap pemuda yang datang kemari
aku telah mengorbankan untuk tanah ini

Tidak menjadi soal bagiku
apakah orang mencapku kolaborator
Aku tidak perlu membuktikan kepadanya
atau kepada dunia, apa yang aku kerjakan

Halaman-halaman dari revolusi Indonesia
akan ditulis dengan darah Sukarno
Sejarahlah yang akan membersihkan namaku

(dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 304)

Puis Pahlawan 4 Bait

Kebencian Mendalam

Kisah tentang para pejuang yang mati
Kisah para pejuang yang melawan
Membekas di dalam hati
Membangkitkan semangat juang

Cinta pada negeri
Itulah landasannya
Kau sebagai pahlawan yang terbuang
Di negeri ini aku menyapamu

Kau terbuang di pengasingan
Seorang pejuang yang terasingkan
Dalam derunya kemerdekaan
Saudaraku

Aku menyapa penuh cinta
Aku menyapamu penuh dekapan
Aku menyapamu penuh semangat
Semangat juang yang tak pernah usai

puisi pahlawan pendek

Memori Perang

Para serdadau di garis terdepan
Membawa bambu runcing
Berlari menerjang peluru
Mencoba merebut harapan

Ketika perang mulai berdendang
Alunan langkah para pejuang
Ledakan pun menjadi biasa
Demi kemerdekaan bangsa dan negara

Sepenggal kisah dan memori
Kisah-kisah perjuangan tak ada ampun
Kisah-kisah heroik tiada naas
Patriot yang harus didengar

Lisan-lisan kini menjadi veteran
Terbakarlah sudah semangat juangmu
Legenda-legenda yang bukan mitos
Ketika penjajah menginjak-injak

Matamu Tajam

Kedua matamu tetap fokus satu tujuan
Ke arah musuhmu
Entah kepala atau dada
Kesigapanmu mengarahkan pistolmu

Namun, granat-granat telah menghampiri
Tepat di depan matamu
Kau terguncang dengan hebat
Kau tercabik dan berlumurah darah

Wajahmu hampir tak diketahui
Di saat-saat terakhir kau berkata,
“merdeka!”
Pilu dalam masa perang

Kegigihanmu bercampur darah
Peluru mendesing di telingamu
Jiwa-jiwa terhentak lemah
Keteganganpun terjadi

Merdeka!

Aku meniti jalan
Penuh duri nan tajam
Menyusun gurun-gurun
Yang kering nan kerontang

Di mana aku menemukan
Sosok kau sebagai pahlawan
Untuk kemerdekaan
Untuk bangsa

Suara derap langkah
Dari sepatu-sepatu besar
Bersama di medan perang
Bergegas maju di depan

Sepucuk pistol tertembak
Ke arah musuh sebagai penjajah
Hingga mereka tumbang tak berdaya
Hingga mereka tak dapat lagi berlagak

Rindu Pertiwi

Darahmu menjadi air bagi tanah kami
Darahmu menjadi energi
Menumbuhkan para tunas-tunas baru
Generasi-generasi baru

Saksikanlah tanah juangmu kini
Kau akan terima keluh kesah dari pertiwi
Menantimu kembali
Sebagai pahlawan sejati

Di mana lagi keberanian?
Di mana lagi teriak semangat?
Di mana lagi sosokmu?
Hai pahlawanku

Ribuan hari berlalu
Jutaan hari terhitung
Namun tak kutemui
Sosok sepertimu

Para Serdadu Bayangan

Peluru tajam kau siapkan
Kegagahanmu memimpin semangatmu
Strategi kau pasang
Dan kau menjadi umpan kemenangan

Kegagahanmu membasmi para penjajah
Meski kau menjadi bayangan semata
Namun kau tak terlupakan
Karena kau lupa akan peluru yang menembus

Kini Ibu pertiwi telah merintih kesakitan
Hasil perjuanganmu menjadi perih
Terinjak oleh generasi kurang ajar
Hati ini terasa pilu

Tanah air mengering
Basahmu telah terkuras
Dan meresap ke dalam tanah subur
Dan kini menjadi gersang

Puisi Pahlawan 3 Bait

Puisi untuk Para Pahlawan

Tak ada yang bisa kami berikan
Selain frasa ‘terima kasih’ yang kami ucapkan
Dari lisan dengan kesungguhan

Tak ada yang bisa kami lakukan
Selain memperingati jasa-jasa kalian
Dan berupaya dengan segenap kemampuan
Untuk menjaga kemerdekaan
Dan menghargai segala bentuk pejuangan
Yang kalian persembahkan
Dengan penuh rasa kesungguhan
Untuk negeri kita yang tercinta

Tak ada yang bisa kami lakukan lagi selain itu
Terima kasih kami ucapkan untuk kalian
Para pahlawan yang telah berpulang kepada Tuhan
Yang telah memberikan segala kemampuan
Demi terwujudnya kemerdekaan
Negara ini dari penjajahan
Sekali lagi, kami ucapkan terima kasih
Untuk kalian para pahlawan sekalian

Bambu Runcing yang Terhunus

Bambu runcing tegak menantang kedzaliman
Menantang meriam besar penuh kesombongan
Keangkuhan akan kekuatan
Lagi-lagi mencoba merampas sebuah kebebasan

Bambu runcing terhunus menagih darah
Darah siapakah gerangan yang akan memuaskannya
Pucuk tajam itu sangat ingin menumpas
Segala kedzaliman dan angkara murka para penjajah

Bambu runcing dengan tegak menantang kulit putih
Bersenjatakan bedil dan meriam besar
Namun ternyata mampu terkalahkan oleh sebilah bambu
Yang terlahir dari semangat keadilan dan persatuan

Antara Keadilan dan Ketidakadilan

Desingan peluru saling beradu
Dentuman suara meriam saling menyahut
Ledakan dari kejauhan menggelegar keras
Menandakan adanya pertarungan dahsyat

Pertarungan dahsyat yang kini terjadi
Antara keadilan dan ketidakadilan
Siapakah yang menjadi pemenangnya
Tak ada yang tahu hingga hasil pertarungan diketahui

Para pejuang kemerdekaan serta penjajah bangsa menjadi aktor utamanya
Sebuah bendera berkibar dengan gagahnya sebagai pertanda kemenagan
Bendera dengan warna merah dan putih
Pertanda kemenangan bangsa Indonesia ini

Pahlawan yang Terbuang

Dari negeri seberang aku manyapamu
Di tanah pengasingan aku terbuang
Seorang pejuang perang yang terasingkan
Dalam deru debu peperangan kemerdekaan

Duhai saudaraku sebangsa di tanah air
Aku menyapamu dalam dekapan cinta
Serta rasa bangga dan semangat perjuangan
Meski kini daku berada di pengasingan

Mungkin saja akhir hidupku hanyalah berada pada hitungan detik saja
Mati membusuk di pengasingan ini
Kutitipkan semangat juang ini
Kepada mu kawan di medan peran

Sepenggal Kisah Pejuang

Saat kisah-kisah perjuangan
Serta cerita heroik penuh patrotis diperdengarkan
Oleh lisan-lisan para veteran perang
Saat itu pula hati terbakar seolah ingin ikut berjuang

Ketika legenda-legenda tentang penjajah
Serta kekejaman dalam penjajahan diperdengarkan
Oleh lisan-lisan para veteran perang
Saat itu pula hati membenci dengan segala perasaan tak rela

Cerita tentang para pejuang
Melawan para penjajah
Membekas di hati dan membangkitkan rasa di hati
Akan kecintaan kepada negeri

Satu Kata Merdeka

Suara derap langkah sepatu besar terdengar hingga seantaro medan perang
Kau berbegas maju menghardik musuh dengan garang
Sepucuk pistol kau bidikkan ke arah lawan
Hingga musuh tumbang tak mampu lagi bertolak pinggang

Kau fokuskan kedua matamu pada musuh
Dengan sigap kau arahkan lagi pistolmu ke arah tentara penjajah
Namun sayang, desiran granat meledak dahsyat
tepat di depan langkahmu terakhirmu

sang pahlawan terguncang degan dahsyat
tubuh tercabik berlumuran darah merah
wajahmu hampir-hampir tak lagi dapat dikenali
disaat terakhirmu kau bisikkan satu kata terindah yakni “merdeka”

Pahlawan yang Hilang

Dimana lagi kan kutemukan keberanianmu
Dimana lagi kan kutemukan pekik teriak semangatmu
Dimala lagi ku temukan sosok sepertimu
Wahai pahlawan

Beribu hari telah kulalui
Jutaan hari telah kuhitung dengan jemari
Namun tak mampu jua kutemukan
Sosok pahlawan sejati

Kumeniti jalanan penuh onak dan duri
Menyusuri gurun pasir yang kering kerontang
Dimanakah kan kutemui lagi
Sosok sepertimu wahai pahlawanku

Puisi Pahlawan 2 Bait

Pahlawanku

Demi negeri
Kau korbankan jiwa
Demi bangsa
Kau taruhkan nyawa

Maut menghadangmu
Di medan perang
Kau pun beranggapan
Itu hanya hiburan

Puisi Pahlawan – Bulatkan Tekad

Tegarlah seperti batu karang
Keraskan segala usaha
Jangan hanya suara kita
Karena hasil tak menghianati usaha kita

Kita berjalan bersama asa
Untuk negeri ini setiap hari
Aku tak ingin lagi
Melihat pertiwi menangis

Kobarkan Semangat

Selama matahari masih bersinar
Aku tak pernah berhenti
Walau itu hanya sebentar
Untuk melindungi dan mempertahankan

Meskipun aku akan bersatu dengan tanah airku
Bersama darah dan keringatku
Mari bersatu
Para penerusku

Korban Pahlawan

Kau memiliki yang tak kumiliki
Kau gunakan untuk hidupmu
Kau gunakan untuk hidup kita
Waktumu untuk kami

Kehidupanmu tak kau pedulikan
Pikiranmu, tenagamu, perhatianmu untuk mereka
Setiamu, tawamu, pengorbananmu
Hanya untuk senyum mereka

Tentang Pahlawan

Dadamu penuh dengan wajah
Karna kau pedulikan mereka
Mendahulukan keselematan mereka
Hingga kau rela berkorban

Kau pahlawan sebenarnya
Yang selalu berkorban demi kita
Selalu berjuang
Tanpa alasan dan balasan

Puisi Perjuangan – Tanah Darahku Darahmu

Aku tak ingin melihat bangsaku tersungkur
Kalah oleh waktu
Aku tak ingin melihat bangsaku tenggelam
Oleh kehancuran dari penjajah

Tekad setinggi langit
Untuk tanah air ini
Mereka berkorban
Percaya diri penjajah pun mulai menyusut

Puisi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

17 Agustus 1945

Takut, menakuti, dan ditakuti.
Semua sibuk ditindas.
Semua sibuk menindas.
Tangisan sudah seperti makanan
Teriakan sudah tanpa arti

Haus, lapar, kedinginan, sudah biasa
Lantunan suara senapan
Gemuruh suara bom
Semua sudah seperti perayaan kembang api dimalam tahun baru

Sekarang!

Semua itu sudah berlalu
Semua sudah sangat nyaman
Semua sudah sangat aman

Apa yang kalian lakukan?
Apa yang sudah kalian perbuat untuk negeri ini!

Belajar masih malas
Mengerjakan PR apa lagi
Mau di jajah lagi?

Kalian adalah generasi penerus
Kalian adalah pemimpin kelak
Kalian adalah Anak Indonesia
Semangat!
Merdeka!

Jangan kecewakan para pahlawan!

Kebebasan Menuai Kebahagiaan

Udara kebebasan memberi kesejukan dihamparan bumi pertiwi
Bebas berkreasi tanpa jerit tindasan duka
Teringat dahulu di zaman penjajahan Belanda berkala
Tangis berderu menguak keadaan takut

Kebebasan menuai kebahagiaan Indonesia
Anak manusia tersenyum bahagia di rumah aman
Musuh sudah terlenyapkan oleh para pahlawan
Problematika kemerdekaan telah terlewatkan

Anak negri dengan mudah menggapai mimpi
Tak sekeras kerja rodi melelahkan diri
Gangguan sekitar enggan memuncul kepermukaan
Layaknya dahulu bom atom menghancurkan keadaan

Tercipta kemanusiaan yang adil dan beradab
Rukun nan indah dengan saling toleransi tinggi
Tolong-menolong dan gotong royong menjadi tradisi
Musyawarah untuk menyusuri jalan perdamaian

Kebebasan melindungi tanah air tercinta
Berada di tempat yang berdaulat, adil, dan makmur
Kita satukan persatuan dan kesatuan bangsa
Sampai Indonesia teruskan tetap berjaya

Semangat Pemuda Membangun Peradaban

Jiwa mudamu menentukan nasib dunia
Api semangat mengobar untuk melindungi manusia
Menjaga keutuhan bangsa dari sudut kecil mata
Melenyapkan musuh yang tersembunyi dikesepian

Tidak akan aku biarkan Indonesia merdeka bercerai-berai
Dahulu pahlawan pembela terus semangat berjuang
Melumpuhkan serangan berjuta tentara perang
Engkau pertaruhkan hidupmu di ujung pedang tajam

Semangat pemuda membangun peradaban
Mampu bersaing dengan negara satu dengan yang lain
Pegang teguh dasar panutan bangsa Indonesia
Hingga luluh lantahkan manusia yang mengusik keutuhan

Indonesia merdeka harga mati sang pembela tanah air
Kebebasan yang tidak dapat di beli hanya ingin di hargai
Kesatuan mengumpulkan rumpun kerukunan negara
Mengamankan ciri kekayaan budaya dan adat istiadat yang dipunya
Hari merdeka …

Pemuda mengenang jasa pahlawan yang telah gugur
Terlukis dipeninggalan prasasti-prasasti peristiwa bersejarah
Genggam kuasa demi berdirinya kebebasan
Pertahankan dengan keras hasil kemerdekaan pahlawan

Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia

Indah sejarahmu terkenang di hari kemerdekaan
17 agustus menjadi saksi bebas dari serangan lawan
Jasa pahlawan yang bertaruh keras mempertahankan keutuhan
Menjadi kenangan sepanjang zaman hingga akhir hidup

Indonesia merdeka berkibarlah sang bendera merah putih
Membawa ke alam bebas bernapas lega tanpa nestapa
Mengenang cerita berderai tangis tumpah darah
Berada dikemerdekaan menghilangkan jeritan lara

Kini negara aman terjaga dengan persatuan kita
Berdiri dengan kokoh berlandaskan pancasila
Terangkai dalam Undang-Undang Dasar negara tahun 1945
Bebas tanpa terikat dengan hak asasi manusia

Indonesia merdeka ….
Terlahirlah pemuda dan pemudi bangsa yang cerdas
Menyongsong masa depan menggapai cita-cita dengan sergap
Menyiapkan anak panah yang siap ditembakkan pada sasaran
Demi menjaga persatuan dan kesatuan NKRI

Terbang ke awan menguak damai kebahagiaan
Seperti burung garuda menengok ke sebelah kanan membawa kebaikan
Kaki mencengkam semboyan erat kemerdekaan
Terpadankan dengan kata berbeda-beda tetapi tetap satu jua

Indonesia merdeka
Anak bangsa teriak bangga

Puisi Pahlawan 10 November

Mengenang Jasa Pahlawanku

Pahlawanku …
Tiada peristiwa seindah kisah seluruh perjuangan
Tiada kata seindah kata pengucapan proklamasi
Terbebaskan hingga sang merah putih terkibarkan
Terdengar lantunan merdu irama lagu Indonesia Raya

Pahlawanku …
Dunia telah mencatat harum namamu di dalam buku ilmu
Engkau telah berguguran atas nama demi persatuan
Menyatukan permasalahan yang menjadi perdebatan
Meraih kemenangan menggapai kedamaian dunia

Pahlawanku …
Peninggalan berharga tidak pernah terlupakan walaupun usang berdebu
Kerja keras meraih keadilan demi manusia
Terseok hingga putus urat nadi tak bersalah
hingga tertinggalkan kenangan yang sangat berharga

Pahlawanku …
Perjuangan itu kini teralih di kedua tangan kami
Menjaga keutuhan negeri yang akan kaya dengan sumber daya
Menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia
Dalam naungan indah kata dan falsafah pancasila
Jangan biarkan kami merusak keindahan negeri

Pahlawanku …
Perjuanganmu telah usai berabad yang lalu
Tepuk pundak kami untuk sekuat engkau berani
Tuntun kuasa kami untuk mengembangkan
Potensi diri dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia

Bebaskan Dari Senjata Tanah Air Tercinta

Perjuangan pahlawan terkenang selalu dalam ingatan
Tanah air tercinta terbebaskan dari sengsara ketakutan
Anak bangsa tersenyum bahagia saat merdeka jaya
Terhirup udara segar terhindar dari musuh yang bersenjata

Banyak bukti kerja keras perlawanan itu
Kini hanya menjadi sejarah yang tersimpan dalam buku ilmu
Dikenang sepanjang masa oleh para penjuru penghuni dunia
Tidak akan pernah terlupakan jasa yang sungguh berharga

Karna berkat kegigihanmu Indonesia berdiri kokoh dan aman
Bebas dari ancaman dan serangan yang merenggut maut
Bambu runcing menjadi tongkat kokohsenjata berharga
Pendobrak pembela bangunnyakata merdeka bangsa

Darah juang itu menghantarkan pada dunia yang sesungguhnya
Tanpamu pahlawanmungkin hari ini tidak akan secerah ini
Penindasan di negeri akan terus terjadi hingga menyayat nadi
Kejamnya hidup sendiri seperti kerja rodi yang terbukti

Prasasti-prasasti itu kini menjadi bukti peninggalan
Terngiang dipikiran alangkah sulitnya berjuang
Tidak bisa santai apa lagi berdiam diri dan terpatri
Indah sejarahmu terlukis cantik pada anak negeri

Pahlawanku

Tak gentar melawan musuh
Walau kening penuh peluh
Semangat geriliya bergemuruh
Tubuh berlumur darah
Tubuh penuh luka
Namun tak pantang menyerah
Untuk mengencat senjata

Mati…
Satu persatu nyawa menghilang
Gugur pahlawan di tanah juang
Darah yang tumpah tak sia-sia
Doa doa mengiringi

Jasa-jasamu di kenang anak bangsa
Sebagai pedoman membela bangsa
Bumi pertiwi menjadi bukti
Betapa engkau pahlawan sejati

Puisi Pahlawan – 10 November

Sebuah napak tilas pejuang bangsa
Sepenggal sejarah perjuangan pahlawan
Mati di tanah pertiwi
Demi berkibarnya sang saka merah putih
Menyerbu para penjajah
Bersatu dalam semangat dalam jiwa

Gugur…
Gugur para bunga bangsa
Ditanah pusaka demi kata merdeka
Agar kelak generasi merasakan sejahtera

Mati…
Mati para pejuang negeri
Menghembuskan nafas di bumi pertiwi
Duka di seluruh nusantara
Menjadi kenangan untuk anak bangsa
10 november mari menghening cipta

Puisi Pahlawan Anak SD

Pahlawanku

Oh pahlawanku kau memperjuangkan jiwamu untuk Indonesia
Oh pahlawanku kau rela mengorbankan jiwamu
Pahlawanku aku berjanji akan selal menyayangimu dan mencintaimu
Pahlawanku terima kasih kau telah mempejuangkan nyawamu

Oh pahlawanku
Kau telah berhasil melawan Belanda
Aku bangga kau memperjuangkan nyawamu demi Indonesia
Kau mengharumkan nama Indonesia
Kubangga Indonesia merdeka karenamu
Semoga kau dikirima Tuhan ke surga-Nya
Semoga jasamu tenang di alam sana

Jasa para pahlawan

Indonesia adalah tempatku dilahirkan
Akan tetapi perjuangan para pahlawan
yang membuat Indonesia menjadi merdeka
sangatlah tak mudah
Merdeka atau mati demi mengusir
para penjajah di Indonesia
Walaupun memakai senjata bambu rincing
dapat dimenangkan karena kegigihanmu
Tak akan sia-sia kau tumpahkan
darahmu untuk Indonesia
Karena aku akan menjaga Indonesia selama – lamanya
Terima kasih pahlawanku karena kau
telah berjuang untuk Indonesia
menjadi merdeka dan aman dari penjajahan

Pahlawan Bangsa

Dengan sepotong bambu runcing
Mereka siap membela
Dengan semangat berapi – api
Mereka siap berkorban

Demi bangsa dan tanah air
Tanah air yang dicintai
Tanpa rasa takut dan jengah
Mereka siap, sigap , dan pantang menyerah

Pahlawan ….
Jasamu sungguh besar bagi Tanah Air ini
Jasamu akan kami ingat
Terimakasih kami ucapkan

Pahlawanku…

Kakekku seorang pejuang

Semalam ayah bercerita
Tentang kakek yang pernah mengangkat senjata
Berjuang merebut kemerdekaan bangsa
Berkorban dengan jiwa dan raga

Kata ayah senjata kakek tidaklah canggih
Hanya bambu yang diruncingkan dengan rapih
Ia bergerilya melawan musuh
Yang mampu membunuh dari jarak jauh

Aku pun heran sejadi-jadinya
Kala tahu senjata kakek begitu sederhana
Mana mungkin kalahkan tank baja
Sehebat buatan kaum Belanda

Tapi itu terbukti, ayah melanjutkan cerita
Semangat menyala dan doa kuatkan mereka
Tak gentar hadapi musuh di depan mata
Meski harus meregang nyawa

Inginku lantunkan dalam bait
Betapa tegar kau menahan sakit
Sedihku tak terlukiskan
Bayangkan kau hidup penuh siksaan

Tapi kakek, ku yakin kau pun senang
Anak cucumu hidup dengan tenang
Tak ada lagi darah yang tergenang
Tak ada lagi musuh yang menyerang

Kemudian ayah berpesan padaku
Untuk terus semangat menuntut ilmu
Kenang mereka selalu dalam ingatan
Bahagiakan dengan prestasi yang membanggakan

Puisi Perjuangan WS Rendra

SAJAK MATAHARI

Oleh : W.S. Rendra

Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.

Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !

Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.

Matahri adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !

Yogya, 5 Maret 1976
Potret Pembangunan dalam Puisi

HAI, KAMU !

Oleh : W.S. Rendra

Luka-luka di dalam lembaga,
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.

Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.

Jakarta, 29 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi

LAGU SERDADU
Oleh : W.S. Rendra

Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak

Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku di rumah

Siasat
No. 630, th. 13
Nopember 1959

SAJAK ORANG KEPANASAN

Oleh : W.S. Rendra

Karena kami makan akar
dan terigu menumpuk di gudangmu
Karena kami hidup berhimpitan
dan ruangmu berlebihan
maka kami bukan sekutu
Karena kami kucel
dan kamu gemerlapan
Karena kami sumpek
dan kamu mengunci pintu
maka kami mencurigaimu
Karena kami telantar dijalan
dan kamu memiliki semua keteduhan
Karena kami kebanjiran
dan kamu berpesta di kapal pesiar
maka kami tidak menyukaimu
Karena kami dibungkam
dan kamu nyerocos bicara
Karena kami diancam
dan kamu memaksakan kekuasaan
maka kami bilang : TIDAK kepadamu
Karena kami tidak boleh memilih
dan kamu bebas berencana
Karena kami semua bersandal
dan kamu bebas memakai senapan
Karena kami harus sopan
dan kamu punya penjara
maka TIDAK dan TIDAK kepadamu
Karena kami arus kali
dan kamu batu tanpa hati
maka air akan mengikis batu

Suara Merdeka, Jumat, 15 Mei 1998

Puisi Kemerdekaan Taufik Ismail

LARUT MALAM SUARA SEBUAH TRUK
Karya: Taufiq Ismail

Sebuah Lasykar truk
Masuk kota Salatiga
Mereka menyanyikan lagu
‘Sudah Bebas Negeri Kita’
Di jalan Tuntang seorang anak kecil
Empat tahun terjaga :
‘Ibu, akan pulangkah Bapa,
dan membawakan pestol buat saya ?’

DENGAN PUISI AKU
(Taufiq ismail)

Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya

KITA ADALAH PEMILIK SAH REPUBLIK INI
Karya: Taufik Ismail

Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”

Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
(1966)

Sebuah Jaket Berlumur Darah

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.

Kembalikan Indonesia Padaku
(Taufik Ismail)

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Kembalikan
Indonesia
padaku

Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,
Kembalikan
Indonesia
padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,

Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Paris, 1971

Demikianlah sekumpulan puisi pahlawan, puisi kemerdekaan dan puisi perjuangan yang bisa dibagikan kali ini. Semoga kompilasi puisi pahlawan ini bisa memberikan inspirasi yang bermanfaat untuk pembaca agar selalu menghargai dan mengenang jasa para pejuang yang mati di medan perang untuk masa depan kita. Terima kasih!

Leave a comment