Keikhlasan Cinta

Cuaca yang terik ini bukan suatu alasan untukku merasakan panas yang serasa membara sampai ke lerung jiwa. Tapi keadaan ini yang membuatku terasa semakin (ingin) menyesal. Tak mau rasanya aku seperti ini. Benar-benar tidak ingun.

Ketika keinginan, cita, hasrat dan cintaku sepertinya tidak bisa aku miliki sepnuhnya seperti apa yang ada terancang dalam hati dan fikiranku.
Ingin rasanya aku menentang takdir Tuhan yang telah mengirimku ke dunia ini tanpa apa-apa. Yah tanpa apa-apa..
Tanpa kemampuan, lemah tak berdaya, hanya bisa sabar. sabar dan selalu saja sabar. Haruskah aku juga mengatakan Kesabaran itu ada batasnya?
Tapi hal itu tidak berlaku padaku, kesabaranku tiada batasnya atau aku ini memang tidak bisa apa-apa?
Bahkan setelah (semua) apa yang aku lakukan masih belum bisa mencukupi itu semua..

“Wahai… yang disana (Tuhan)..
Yang sedang melihatku penuh senyuman…
aku tidak akan meminta pada-Mu agar dia jadi milikku,
aku merasa tidak adil berbuat itu, sementara diluar sana (begitu) banyak yang (juga) menginginkannya..
Ingin mempersuntingnya..
Memilikinya seutuh-utuhnya..
Hanya satu hal harapanku untuknya, yang ingin selalu aku pintakan pada-Mu
yang (juga) harus Kau kabulkan
yakinkanlah hatinya dengan ketentuan-Mu, agar dia bisa menjalankan citanya tanpa rasa berat dihatinya

dan ini satu hal untukku yang benar-benar harus Kau dengar bagai sebuah doa..
aku tidak ingin menangisi kepergiannya, walaupun hatiku (benar telah seperti) hancur bagai debu yang paling halus,
namun ku masih ingin tetap (seperti sangat) kuat dan tegar dihadapannya..
tolong juga ijinkan aku,
dengan waktu yang (mungkin) masih ada tersisa,
untuk tetap bisa memberikan segala yang terbaik yang aku bisa..
untuk tetap bisa mengukir seuntai senyuman yang selama ini membuatku bahagia..
hai Sang Pencipta yang tidak pernah merasa menyesal menciptakan sesuatu..!!
jadikanlah aku.. Jadikanlah aku sebagian dari sifat-Mu itu..
aku juga tidak ingin sesalkan, atas segala apa yang telah aku lakukan selama bersamanya
Hatiku benar-benar sangat lemah, sangat lemah…”

Padahal sebelumnya, aku tidak pernah (ingin) merelakan kepergiannya meninggalkanku. ingin rasanya aku untuk sedikit memaksa,
“Tolong jangan tinggalkan aku dalam keadaan begini,
kumohon bersabarlah, ku ingin kau tetap bersamaku
walaupun penantian itu terasa sangat berat buatmu, lakukanlah untukku..
untuk cinta yang selama ini telah kita jalani..
Kumohon.. Tetaplah bersamaku
Walau apapun yang terjadi, tetaplah disampingku..
dan aku akan selalu berusaha menjagamu..”

Kurasa itu semua tidak mungkin lagi aku lakukan, hatimu sudah terlalu lelah dengan kata “penantian dan menunggu”
sepertinya waktumu sudah cukup banyak terbuang sia-sia, hanya karena Menunggu… Menunggu… Dan Menanti…
sekarang (mungkin) sudah saatnya kau mengakhiri itu semua
penantianmu akan segera berakhir…

Pergilah..
Pergilah..
Pergilah tanpaku… Bawalah semua cinta yang pernah kau selipkan dihatiku
, jangan kau sisakan sedikitpun
, kikis semua rasa sayang dan kasihmu terhadapku
dan jangan kau tumbuhkan rasa dendam dan sakit hati untukku, untukmu.
karena kutak inginkan semua kenangan indah tentang kita hanya (akan) tinggal menyiksa perih dihatiku dan hatimu. Jadikanlah semua itu kenangan masa lalu yang pantas untuk disimpan. Diingat untuk renungan sambil tersenyum dihari tua kita nanti..

kau Kekasihku yang Luar Biasa..
telah kau luluhkan hatiku dengan ketulusan hatimu
tak pernah ku rasakan cinta sedalam cintamu
kau Kekasihku yang Luar Biasa..
mencintai aku seutuhnya
menjadikanku arti di hidupmu
bahagia punya cinta sepertimu
kau lengkapi kelemahanku dengan semua pengorbananmu
di dalam senang dan sedihku kau selalu ada

Leave a comment