Pernah merasakan cinta? Atau mungkin kamu pernah terpana melihat seseorang, lantas isi dadamu bergetar tak beraturan? Kalau kamu pernah merasakan itu berarti kamu sudah jatuh, jatuh dalam keindahan cinta. “Love is blind” cinta itu buta. Cinta tak akan memandang siapa kamu, bagaimana lekuk tubuhmu, ataupun apa yang kamu punya. Mencintai tak butuh alasan. Sama seperti halnya diriku. ABG 17 tahun yang menimba ilmu di kawasan yang penuh dengan nuansa islami.
Hari ini aku libur dan bisa kembali berkumpul bersama teman dan keluargaku di rumah. Liburanku kali ini cukup panjang. Sekitar 3 minggu. Menghabiskan waktu di rumah memang menyenangkan tapi lama-lama rasa jenuh dan bosan mulai datang menghampiri. Tentu saja, kurangnya waktu istirahat di pondok, membuatku melampiaskan dendam rasa capeku di atas Kasur busa yang tipis. Ku lalui hari-hari dengan mata terpejam.
“Ilham! Sini dulu,” suara Ibu terdengar memanggilku.
“ada apa bu?”
“Ini tolong belikan Ibu sabun cuci di supermarket sana,” hmm, sebagai anak yang baik dan rajin menabung, ku iyakan juga perintah Ibu.
“Baiklah bu.”
Ku panaskan motor sport hijau yang sudah bete diam di rumah. “Treng, teng, teng, teng..” begitulah bunyinya. Memang berisik. Terkadang tetangga sebelah bangun dan menegurku. Sebenarnya bukan salahku sih, itu kan salah si hijau. Setelah ku rasa siap dipanaskan, ku melaju menuju supermarket yang tidak jauh dari rumahku. Tak lebih dari 5 menit, aku sampai di tempat tujuan. Ku parkir motorku di samping motor bebek. Dengan langkah penuh percaya diri, ku menuju supermarket itu. “Tarik” tertera tulisan di tangan pintu. Tapi aku tak kuasa menahan hasrat untuk mendorong ke dalam.
“selamat malam, selamat datang di Alfamart,” sapaan hangat terdengar dari kasir. Tak ku hiraukan. Dengan segera aku bergegas menuju rak peralatan mandi. Ku ambil sabun cuci yang tadi Ibu perlukan. Dengan sigap aku melaju menuju tempat kasir.
“ada lagi mas?” suara yang tadi menyapaku terdengar kembali.
“Sudah,” jawabku singkat. Aku memang tipe cowok yang tak menghiraukan sesuatu yang ku anggap sepele seperti ini. Ku rogoh saku celana dan ku ambil selembar uang biru.
“Waw,” sejenak pandanganku terkunci. Tak ku sadari ternyata di depanku ini adalah sesosok bidadari yang manis. Merapikan barang belanjaanku dengan cermat. Sejenak melihat paras cantiknya. Wajahnya begitu ramah. Senyum tipis selalu melegakan hati. Titik hitam di lesung pipi seolah menambah keistimewaannya.
“ada lagi mas?” owh aku terkejut.
“i..iya su..sudah. Makasih ya,” perkataanku yang terbata-bata dibalas dengan senyuman dari dirinya. Pertemuan yang begitu singkat, akan selalu teringat.
Keesokan hari. Ketika ayam mulai berkokok, aku sudah terbangun dari mimpi rekaan. Takut rezeki dipatok ayam hehehe. Jujur saja, aku masih hangat memikirkannya. Kembali ke supermarket itu berharap akan terulang kembali kejadian kemarin. “selamat siang, selamat datang di Alfamart,” sapaan si kasir terdengar hangat. Ku coba alihkan wajah dan ternyata harapaanku pun sirna.
“Aaahh, dimana dirimu?” batinku memberontak.
Panjangnya hari terasa lebih lama. Panasnya matahari semakin menyengat. Dan sunyinya malam terasa sampai ke hati. Aku hanya bisa diam di kamar. Pikiranku melayang. Satu pertanyaan selalu terbesit dalam jiwa dan hati. Dimana sosok bidadari manis itu. Sudah hampir seminggu aku bersa’yi dari rumah ke supermarket. Hanya ingin tahu. Melepas rindu padamu. Dua, tiga, empat hari ku datangi tempat awal kita bertemu.
Sayang, dia tidak ada di tempat seharusnya seperti yang ku harapkan. Tapi, jujur saja. Aku bukan cowok yang mudah putus asa. Selama mata masih bisa melihatnya, telinga masih kuat mendengar suara merdunya, dan selama hati masih sanggup merindukannya, aku akan tetap mencari. Sudah yang ketiga kalinya aku bolak-balik ke tempat ini. Pukul 8 malam dan ini adalah yang keempat kalinya aku berada di tempat ini.
“selamat malam, selamat datang di Alfamart,” hmm, suaranya cukup familiar. Batinku seolah tak rela jika ku tak melihatnya. Ku putar kepalaku 90 derajat ke arah kanan. Ku buka kelopak mata pelan-pelan. Setelah itu, waktu seakan berhenti. Rindu yang ku simpan tumpah meruah. Ya, harapanku terwujud. “kita bertemu kembali bidadariku.”
“Iya, malam juga,” hahaha walaupun terbata-bata, akhirnya ke luar juga respon itu. Ku lihat dia tersenyum. Manisss sekali senyumannya. Begitu tulus, begitu ikhlas. Ku ambil beberapa susu murni dan juga sebuah notebook kecil. Lalu aku menuju ke arah kasir.
“Hai,” ku sapa dia. Hanya sebuah senyuman tanda jawabannya. “Ada lagi mas?” suaranya kembali biasa.
“Udah itu aja, makasih hehehe,” jawabku dihiasi dengan ketawa kecil. Sebenarnya aku masih ingin berbagi waktu bersamanya tetapi berhubung hak yang ku miliki sebagai pelanggan tinggalah pergi. “Kriiik, riiikk, rikkkk, terima kasih,” tak terasa struk belanja sudah di tangannya. Aku ambil lalu suasana hening sejenak.
Diam-diam aku memperhatikan wajahnya. Lesung pipinya, matanya yang agak sipit, diperindah dengan setitik hitam kasih sayang di bawah matanya.
“Iya, sama-sama,” dan akhirnya ku tinggalkan tempat pertemuan itu. Sambil menuju ke tempat parkir motor, ku lihat kembali daftar belanjaan yang dibeli. Ku perhatikan struk belanjannya. Ku lihat di samping tulisan ‘Kasir.’
“Oh, jadi namanya Derry,” sungguh bahagia karena ku tahu namanya. Struk belanja ini sangat membantu. Untung belum ku buang. Bahkan struk ini akan selalu ku simpan.
Sampai saat ini, saat kau membaca ceritaku ini, aku masih menyimpan struk belanja itu. Yang telah melepas rinduku di kala ku galau. Sebagai pengingat bahwa kau pernah bertemu denganku. Yah, walaupun sampai saat ini engkau masih belum tahu siapa aku, tapi, “Ingatlah Derry, suatu saat namamu tak akan lagi tercatat di struk belanja itu, namamu dan namaku akan terukir dengan tinta perjanjian suci.”
Cerpen Karangan: Mulya Kusuma